Sunday, May 27, 2007

Asyiknya Naik KA Ekonomi Ciroyom-Cianjur


NAIK kereta api (KA) kelas ekonomi dari Stasiun Cianjur ke Stasiun Ciroyom Bandung sungguh mengasyikkan. Sambil menikmati keindahan alam di kiri kanan rel, satu sama lain bisa bercanda gurau. Penumpang semakin akrab. Untuk membayar perjalanan selama setengah jam perjalanan, kita cukup mengocek isi dompet Rp 1.500,00.Mungkin karena dianggap murah meriahnya itulah, setiap hari dua gerbong KA ekonomi jurusan Stasiun Lampegan-Cianjur sampai Stasiun Ciroyom pulang pergi (PP) sehari delapan kali itu selalu dipadati penumpang. Saking padatnya, tak sedikit penumpang yang memilih duduk di atas badan gerbong.Para pengguna KA Stasiun Cianjur-Stasiun Ciroyom masih didominasi para karyawan, mahasiswa, dan pelajar yang setia menggunakan tiket abodemen (karcis bulanan). Yang lainnya para pedagang dan lapisan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang hampir setiap hari berlangganan naik KA.Berbeda dibandingkan naik KA yang melintas di atas rel baja tatar pantura. Laju lokomotif bervariasi. Dari Stasiun Cianjur menuju Stasiun Ciranjang, laju KA kira-kira 70 km/jam. Namun, lewat Stasiun Ciranjang menuju Stasiun Rajamandala, para penumpang yang tadinya asyik bercandaria, agak terdiam.Suasana panik dan waswas menyelimuti sebagian penumpang yang kebanyakan orang tua. Sampai-sampai sempat terdengar jeritan histeris. "Takut kereta tiba-tiba bergelimpang!" teriaknya sambil melihat ke arah bawah jurang jembatan KA Sungai Citarum yang sangat terjal.Lokomotif yang tadinya melaju cepat berubah pelan karena baru mendaki dan melalui kelokan tajam. Badan lok bergeol-geol bak tarian ular tangga merayap. Lewat Stasiun Rajamandala menuju Stasiun Ciroyom jalan rel turun dan bekelok lagi, penumpang agak sedikit reda dan banyak lagi yang kembali bercanda ria seperti semula. Hampir di setiap stasiun lintasan, KA berhenti dan tak sedikit penumpang yang turun lantas melambaikan tangan kepada penumpang yang masih ada di dalam kereta. "Dah, sampai ketemu lagi!" kata dua wanita muda.Selama di perjalanan, lokomotif yang menarik dua gerbong dengan jumlah penumpang lebih dari 300 orang itu, terkadang membuat hati penumpang deg-degan. Bila sedang melaju di tanjakan, kondisi lokomotif bagai orang yang sedang merasakan sesak napas."Mohon dimaklum, usia lokomotif yang membawa kami dari Cianjur ke Bandung itu sudah tua. Sebetulnya mesin penggerak dengan kode BB 303 ini sudah harus masuk museum dan segera diganti dengan lok yang bagus," kata seorang petugas KA sambil mengatakan lokomotif kuno sering grak-grok karena kelebihan muatan. Idealnya untuk dua gerbong isinya maksimal 200 orang. Yang namanya KA ekonomi, di mana-mana juga memang harus berani "serakah" menarik seberapa pun banyaknya penumpang tanpa memedulikan lagi kondisi lokomotif.Meski demikian adanya, selama dalam perjalanan KA dari Stasiun Cianjur ke Stasiun Ciroyom, para penumpang tetap setia dan tak terdengar suara keluhan. Mereka menyadari di tengah meroketnya ongkos angkutan umum, PT KAI masih toleran ikut membantu pelayanan transportasi bagi masyarakat ekonomi lemah dengan tiket jauh lebih murah itu. "Oleh karena itulah, saya prihatin bila ketahuan ada oknum penumpang yang masih suka ucing-ucingan tak mau bayar karcis yang murah itu," keluh sang kondektur yang tak sempat ditulis namanya yang tertera di atas saku baju kanannya karena terhalang penumpang yang berdiri rapat di lorong tempat duduk.Hanya satu lokUntuk melayani kebutuhan penumpang, sejak awal 2002 perjalanan KA dari St. Ciroyom-St. Lampegan hanya ada satu lokomotif dengan dua gerbong yang setiap hari melakukan empat kali perjalanan. Sebelumnya ada dua lokomotif dari Stasiun Ciroyom mengakut penumpang sampai ke Stasiun Sukabumi."Gara-garanya, terowongan Lampegan ambruk terkena longsor tahun 1999 sehingga perjalanan Ciroyom-Sukabumi terputus. Satu unit lokomotif terpaksa harus ditarik tak dijalankan lagi. Karena pertimbangan secara bisnis, barangkali kurang menguntungkan," kata Soleh, Petugas Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Cianjur.Meski lokomotif yang hanya tinggal satu-satunya itu sekarang dijubeli penumpang di luar kapasitas, di sisi lain banyak hikmah bagi penumpang. Perjalanan KA dari Stasiun Ciroyom ke Stasiun Lampegan selalu tepat waktu karena pintu wesel di setiap stasiun lintasan tak beraktivitas lagi. Bila ada gangguan, keterlambatan bisa ditekan tak kurang dari sepuluh menit.Menurut Soleh, terowongan Lampegan yang ambruk itu sudah diperbaiki. Rencananya, perjalanan KA dari Bandung-Sukabumi-Jakarta akan diramaikan dengan lokomitif penumpang dari berbagai kelas. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian, kondisi tanah di pegunungan Lampegan rawan longsor. Terpaksa rencana itu belum kesampaian juga. Malah sampai sekarang, perjalanan KA dari Bandung ke Jakarta yang dulunya aktif, sekarang hanya bisa dilalui sampai batas akhir di Stasiun Lampegan. Dari Stasiun Lampegan ke Stasiun Sukabumi tak ada aktivitas.Soleh mengaku tak sedikit warga Cianjur yang menyarankan agar perjalanan KA ditambah, mengingat kebutuhan penumpang semakin meningkat. Apa daya karena hal itu menyangkut kebijakan pimpinan, sampai dambaan warga Cianjur masih belum terkabulkan juga. Padahal, para penumpang pada umumnya sudah banyak peningkatan dalam membayar tiket. Begitu pula aparat keamanan seperti hansip, polisi, babinsa, dan kawula muda di sekitar Stasiun Ciroyom-Cianjur berperan aktif membantu kelancaran keamanan perjalanan KA Cianjur-Bandung."Kami hanya mampu berdoa mudah-mudahan lokomotif yang hanya tinggal satu unit ini mampu beraktivitas membantu rakyat kecil khususnya bagi warga Cianjur," kata Soleh yang baru enam bulan menjabat PPKA di Stasiun Cianjur. Stasiun itu kini statusnya turun menjadi kelas III. Padahal, Stasiun Cianjur dulu statusnya kelas II. (H. Undang Sunaryo/"MD")***

Cianjur, Menyimpan Banyak Objek Wisata Potensial


DENGAN alamnya yang indah dan berhawa sejuk, Kabupaten Cianjur disadari merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jalur Bogor-Puncak-Bandung. Jalur ini dikenal sebagai salah satu daerah pariwisata di Jawa Barat yang paling banyak dikunjungi wisatawan Nusantara maupun mancanegara.Apalagi, kawasan ini bukan hanya menawarkan panorama pegunungannya yang mirip dengan apa yang ada di wilayah Sukabumi, Bogor, dan Bandung. Tetapi, juga sungai-sungai yang mengalir di daerah Cianjur menjadi pembatas dengan daerah-daerah lain yang ada di sekelilingnya.Sungai Citarum dengan anak sungainya Cisokan, Ciranjang, dan Cikundul melintasi daerah utara terus ke Jatiluhur. Sementara itu, Sungai Cibuni, Cidamar, Cisadea, dan Cilaki mengalir ke selatan. Sungai Cibuni dan Cilaki masing-masing membatasi daerah Kab. Cianjur dengan Kab. Sukabumi, Kab. Bandung dan Kab. Garut.Kawasan Kab. Cianjur menyimpan cukup banyak objek wisata sejarah maupun alam yang begitu menantang untuk dikunjungi. Seperti Istana Cipanas, Gunung Padang, Ayam Pelung Warungkondang, Pantai Jayanti, Kebun Raya Cibodas, objek wisata ziarah Cikundul, Mandala Kitri, Gunung Manangeel, Palalangon Cugenang, dll.Memang, wilayah Kab. Cianjur memiliki cukup banyak objek wisata potensial. Tak berlebihan jika keberadaan sejumlah objek wisata yang ada di Kab. Cianjur, menjadi daya tarik bukan hanya bagi mereka yang belum pernah mengunjungi kawasan tersebut. Namun, bagi mereka yang sudah pernah berkunjung pun merasakan hal serupa. Semua itu tidak lain karena memang wilayah Cianjur dengan kontur tanah berada di atas perbukitan, memiliki fenomena yang begitu memikat sebagai daerah kunjungan wisata.Salah satu di antaranya keberadaan objek wisata Istana Cipanas. Berbeda dengan kelima istana presiden di kota lain di Jawa dan Bali (Istana Merdeka di Jakarta, Istana Bogor, Istana Yogyakarta di Jawa Tengah, dan Istana Tampaksiring di Bali), keberadaan Istana Cipanas yang jaraknya sekira 17 km dari Kota Cianjur ini tidak terlihat megah.Bahkan, bangunannya sebagian besar terbuat dari papan dan kayu, karena memang sejak semula, istana ini dibangun untuk tempat persinggahan menyusul ditemukannya mata air panas yang mengandung belerang. Bahkan, waktu tempat terpencil di kaki Gunung Gede ini ditemukan oleh Van Imhoff, disebutkan jaraknya dari Buitenzorg (Bogor) hanya 24 pal.Alamnya yang luas dengan ditumbuhi pohon-pohon tinggi besar dan rindang dan terdapat mata air bersuhu 43 derajat celcius serta mengandung mineral, membuat Cipanas terkenal dan selalu menjadi tempat beristirahat yang sangat didambakan para pembesar Kerajaan Belanda pada masa itu.Di halaman yang luasnya sekira 25 hektare ini terdapat gedung induk seluas 900 m2 dan 22 bangunan lainnya dengan keseluruhannya mencapai 5.850 m2. Sebagian dipakai untuk kantor dan sebagian lagi untuk tempat penginapan, kolam renang dan lapangan tenis. Jauh terpencil di belakang istana terdapat sebuah bangunan mungil yang dinamakan Gedung Bentol, hasil karya dua arsitek bangsa Indonesia Sudarso dan Silaban. Di tempat inilah dulu Presiden Soekarno sering mencari ilham untuk penulisan pidato-pidato yang akan dibacakan pada setiap tanggal 17 Agustus.Meskipun sekarang jarang dipakai, istana ini masih tetap dirawat dengan baik. Arsitekturnya yang mempunyai ciri khas dan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Di istana ini tersimpan sekira 300 lukisan indah yang kebanyakan merupakan hasil karya pelukis-pelukis Indonesia.Objek wisata lainGunung PadangSekira 15 km dari Kota Cianjur terdapat bukit kecil bernama Gu-nung Padang, yang dipenuhi batu-batu berbentuk persegi panjang peninggalan zaman purbakala. Batu-batu ini bertebaran di areal seluas 2 hektar. Di kaki Gunung Padang juga terdapat Batu Bertapak Kaki.* Ayam Pelung WarungkondangDi samping tauco, sale pisang, beras Cianjur, manisan, dan seni tembang Cianjuran, ayam pelung pun turut memberi andil besar yang membuat nama Cianjur terkenal. Ayam jenis ini banyak terdapat di Desa Ciwalen Kec. Warungkondang yang jaraknya sekira 15 km dari Kota Cianjur. Desa Ciwalen ber-sama tujuh desa lainnya di Kec. Warungkondang, terkenal pula sebagai penghasil beras Cianjur yang wangi dan pulen.Pantai JayantiPelabuhan nelayan di Pantai Cidaun yang letaknya sekira 139 km dari Kota Cianjur merupakan tempat persinggahan perahu nelayan dari Pameungpeuk Garut. Pemandangannya indah dan berdampingan dengan cagar alam Bojonglarang.Kebun Raya CibodasTerletak di Desa Cimacan Kec. Pacet dengan jarak sekira 85 km dari Bandung atau 108 km dari Jakarta (sebelum Cipanas belok kanan, lebih kurang 5 km dari Jalan Raya Puncak-Cipanas). Sementara itu, jarak dari Kota Cianjur hanya sekira 23 km, lokasinya sangat baik di lereng Gunung Gede pada ketinggian 1.500 meter, udaranya sejuk dengan temperatur rata-rata 21 derajat Celcius dan luas keseluruhannya mencapai 83 hektare.Kebun raya ini dibangun pada tahun 1862 dan merupakan cabang dari Kebun Raya Bogor. Terdapat berbagai jenis tumbuhan dan tanaman yang berasal dari sejumlah negara, meliputi 166 famili, 1.500 spesies dan 4.250 jenis pohon. Di antaranya pohon kina (Chinchona), kamper (Cinamommum camphora), kayu manis (Cinamommum burmanii), rumput kertas (Cyprus) yang berasal dari Mesir dan gleditschiamaeracantha atau Christ thorn yang lebih dikenal dengan sebutan mahkota kristus.Objek wisata ziarah CikundulBagi mereka yang senang mengunjungi tempat-tempat untuk ziarah, Kab. Cianjur memiliki beberapa makam terkenal. Di antaranya Makam Dalem Cukundul (Bupati Cianjur yang pertama) di Desa Cijagang, Kec. Cikalongkulon yang berjarak sekira 22 km dari Kota Cianjur. Makam Aria Cikondang di Cibeber tepatnya di pinggir sungai Cikondang, dan Makam Syech Aolia Abdul Gopar di Desa Cipedil, Kec. Cugenang yang setiap tanggal 14 Maulud banyak didatangi penziarah.Mandala KitriTempat perkemahan di Desa Cimacan Kec. Pacet, berjarak sekira 22 km dari Kota Cianjur dan memiliki luas 17 hektare ini sering dipakai sebagai tempat pertemuan para remaja, pelajar maupun mahasiswa.Gunung ManangeelTerletak di sebelah utara Kota Cianjur, tepatnya di Desa Sukataris Kec. Karangtengah, yang jaraknya hanya 9 km dari Kota Cianjur. Tempat rekreasi ini sangat digemari para pelajar dan pramuka. Di objek wisata ini terdapat batu yang dikenal dengan sebutan Sanghyang Tapak.Palalangon CugenangTerletak di jalur Cianjur-Cipanas, tepatnya di Kampung Pos Kec. Cugenang yang berjarak hanya 5 km dari Kota Cianjur. Di sini para wisatawan dapat membeli berbagai hasil kerajinan tangan yang diproduksi oleh masyarakat setempat. (Efrie Christianto/”Galamedia”)***

Goa Pawon, Melengkapi Museum Alam Danau Bandung Purba


LEBIH dari seabad silam, para peneliti sudah menduga bahwa Dataran Tinggi Bandung pernah dijadikan hunian manusia sejak zaman prasejarah. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya berbagai peralatan dari batu seperti anak panah, pisau, dan kapak yang terbuat dari batu obsidian dan artefak lainnya yang tersebar di beberapa tempat.USAHA menemukan jejak manusia purba di Dataran Tinggi Bandung akhirnya menjadi kenyataan ketika pertengahan Juli lalu, para arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung yang menindaklanjuti penelitian sekelompok geolog muda yang tergabung dalam Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), menemukan fosil manusia purba di daerah yang disebut Goa Pawon."Walaupun usianya lebih muda karena diperkirakan berasal dari masa mesolitik, namun secara arkeologis temuan itu sangat signifikan, terutama dalam hubungannya dengan terbentuknya Danau Bandung Purba," kata Dr Tony Djubiantono, Kepala Balar Bandung.Goa Pawon terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung, atau sekitar 25 km arah barat Kota Bandung. Lokasi penemuan terletak tidak jauh dari sisi jalan raya yang menghubungkan Bandung–Cianjur dan kota-kota lainnya di sebelah barat.Disebut Goa Pawon karena lokasi temuan berada di dalam goa kars yang terletak di sisi tebing bukit kars Gunung Masigit yang oleh penduduk setempat dinamakan Goa Pawon. Dalam bahasa Sunda, pawon artinya sama dengan dapur. Jika diukur dengan permukaan tanah terendah di daerah itu yang diperkirakan merupakan dasar danau, maka letak goa tersebut berada pada ketinggian sekitar 100 meter.Dugaan goa tersebut pernah dihuni manusia prasejarah pertama kali disampaikan KRBC. Ketika itu, sekitar dua tahun lalu, sekelompok geolog muda yang terdiri dari Eko Yulianto, Budi Brahmantyo, Johan Arief, T Bachtiar, dan dibantu Sujatmiko melakukan penelitian endapan danau Bandung Purba. Namun, tatkala meneliti endapan Sungai Cibukur yang letaknya sekitar 200 meter dari Goa Pawon, mereka menemukan artefak berupa dua buah mata kapak dan satu kapak genggam. Karena merasa menemukan sesuatu yang dianggapnya "istimewa", mereka tidak bisa menahan nalurinya sebagai peneliti untuk meneliti lokasi tersebut lebih lanjut. Ternyata dugaannya tidak meleset. Mereka menemukan lebih banyak lagi artefak setelah melakukan penggalian di Goa Pawon yang selama ini dianggap angker oleh masyarakat setempat.PENELITIAN lebih mendalam terhadap Goa Pawon barulah dilakukan dua tahun kemudian oleh Balar Bandung. Dipimpin arkeolog Drs Lutfi Youndri, penelitian dilakukan sejak 10-19 Juli lalu. Dari penggalian yang dilakukan, selain ditemukan sekitar 20.250 serpihan tulang-belulang dan 4.050 serpihan batu, pada kedalaman 80 cm ditemukan fosil tulang tengkorak manusia. Sementara pada kedalaman 120 cm, ditemukan fosil tulang kering dan telapak kaki manusia prasejarah. Baik Lutfi maupun Tony Djubiantono meyakini masih terdapat fosil individu lainnya di tempat tersebut.Melihat temuan yang cukup penting dalam sejarah terbentuknya Danau Bandung Purba tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, H Memet H Hamdan, yang melakukan peninjauan lapangan melihat besarnya potensi sejarah dan budaya situs tersebut. Karena itu, ia segera memerintahkan pemagaran situs tersebut untuk menghindarkan perusakan oleh tangan-tangan iseng."Saya juga akan meminta bantuan Bupati Bandung mengamankan lokasi ini," katanya bersemangat. Keinginan ini disampaikan karena daerah sekitar situs merupakan lokasi eksploitasi kapur dan marmer terbesar di Kabupaten Bandung.Goa Pawon yang terletak pada kawasan kars Padalarang, menurut geolog Hanang Samodra, merupakan kompleks goa fosil yang bertingkat dengan gejala peruntuhan dan pelarutan yang membentuk beberapa lubang atau sumuran tegak (shaft) sedalam belasan meter. Sedimen di dalam goa yang tebalnya lebih dari tiga meter bercampur dengan endapan fosfat quano.Pada sedimen goa tersebut diakui pernah ditemukan artefak, kepingan tulang vertebrata dan beberapa jenis moluska darat. Menurut dia, penemuan itu mengukuhkan nilai arkeologi goa yang informasinya dapat dipakai untuk menafsirkan keberadaan manusia purba atau prasejarah yang diduga tinggal di sekitar pinggiran Danau Bandung Purba. Ia menduga, goa tersebut hanya merupakan tempat persinggahan dan bukan merupakan tempat tinggal manusia prasejarah.DANAU Bandung Purba dengan latar belakang sejarah dan legendanya yang memikat, selama ini belum banyak dijual sebagai obyek wisata khusus, terutama geowisata. Padahal, potensinya sangat besar sehingga akan menambah kuat daya tarik wisatawan mengunjungi Dataran Tinggi Bandung.Dari segi cerita rakyat Sunda, legenda Sangkuriang yang diciptakan nenek-moyang manusia Sunda hingga kini masih tetap memikat untuk diceritakan kembali. Konon, danau tersebut diciptakan berkat kesaktian Sangkuriang yang berusaha memenuhi permintaan Dayang Sumbi yang akan disuntingnya sebagai istri. Wanita yang diceritakan tetap cantik di masa tuanya itu tidak lain dari ibunya sendiri. Rencananya, pasangan anak dan ibu itu akan berbulan madu dengan berlayar mengarungi danau tersebut yang diciptakan dengan membendung Sungai Citarum.Namun, sang ibu rupanya tak kalah akal untuk menggagalkan rencana tersebut. Dengan kesaktiannya, ia berhasil mengelabui anaknya tercinta. Ia menciptakan seolah-olah fajar yang menjadi batas waktu yang dijanjikan, sudah menyingsing. Keadaan itu disusul dengan ramainya kokok ayam jantan. Burung-burung berkicau bersahut-sahutan menyambut pagi.Menyadari usahanya telah gagal, Sangkuring kemudian menendang perahunya yang belum rampung sehingga terbalik. Dan, setelah sadar bahwa dirinya telah tertipu, ia mengejar-ngejar Dayang Sumbi. Wanita bernasib malang itu menyelamatkan diri dengan melompat ke atas lunas perahu yang terbalik sehingga menciptakan lubang yang besar menembus perut bumi.Kelak dikemudian hari, perahu yang terbalik itu berubah menjadi Gunung Tangkubanperahu. Di bagian tengahnya terdapat kawah Ratu, tempat di mana Dayang Sumbi melompat dan kemudian hilang ditelan bumi. Karena itu, jika sewaktu-waktu kita bernasib mujur tatkala berkunjung ke Gunung Tangkubanperahu, sesekali akan terdengar suara yang berasal dari lepasan tufa panas dari kawahnya. Suaranya yang terdengar mendengus-dengus itu diibaratkan sebagai tangis Dayang Sumbi yang harus menanggung derita sampai akhir hayatnya.DANAU Bandung Purba sebenarnya bukanlah hanya dongeng semata. Secara geologis, fenomena itu bisa dibuktikan dengan berbagai peristiwa alam yang pernah dilalui dalam perjalanan sejarahnya. Dataran Tinggi Bandung yang kini dihuni lebih dari tujuh juta jiwa manusia, pada awalnya merupakan dasar lautan. Daratan tertinggi hanya ada di daerah Pangalengan.Di sebelah utara, menjulang tinggi gunung api yang dikelilingi laut. Tingginya sekitar 3.000 meter. Karena puncaknya selalu diselimuti es, gunung tersebut dinamakan Gunung Sunda, kata yang berasal dari bahasa Sanksakerta. Cuda artinya putih, bersih. Kelak dikemudian hari, sejalan dengan peristiwa geologi yang terjadi, daratan bagian selatan Pulau Jawa makin terdesak ke atas. Sementara pantainya di bagian utara makin terdesak sehingga dasar laut di daerah Dataran Tinggi Bandung berubah menjadi daratan.Bukti fenomena alam tersebut hingga kini masih bisa kita saksikan dengan jelas jika memasuki Bandung dari arah barat, baik melalui Cianjur maupun Purwakarta/Cikampek. Seperti kawasan kars lainnya, kawasan kars Padalarang yang tersebar di daerah Cipatat dan Tagogapu, pada awalnya berasal dari koloni binatang dan tumbuhan yang hidup dan tumbuh di laut dangkal. Namun, dengan terjadinya pergeseran pantai, koloni binatang dan tumbuhan tersebut kemudian mati lalu membentuk batu gamping. Apa yang bisa kita saksikan sekarang ini sebenarnya merupakan hasil proses geologi setelah batuan tersebut kemudian terangkat ke permukaan.Gunung Sunda yang terdapat di Dataran Tinggi Bandung merupakan gunung api yang sangat aktif. Gunung api tersebut diperkirakan mengalami beberapa kali letusan dahsyat. Gunung Tangkubanperahu yang menjadi land mark Dataran Tinggi Bandung dan Gunung Burangrang di sebelahnya yang selalu dikait-kaitkan dengan legenda Sangkuriang, sebenarnya merupakan parasit Gunung Sunda setelah mengalami beberapa kali letusan dahsyat.Letusan dahsyat itu juga meningalkan patahan Lembang yang hingga kini bisa kita saksikan jika berkunjung ke daerah bagian utara Bandung.Peristiwa alam tersebut tidak terhenti sampai di situ. Sebagai gunung api yang hingga masih aktif, dalam salah satu letusannya yang paling dahsyat, Gunung Tangkubanperahu memuntahkan abu dan material vulkanik lainnya. Aliran lava dan awan panas mengalir ke segala penjuru sampai akhirnya menyumbat aliran Sungai Citarum dan sejumlah anak sungainya di daerah yang kini bernama Rajamandala.Secara perlahan-lahan, sumbatan lava itu akhirnya menciptakan Danau Bandung yang sangat luas. Di kalangan masyarakat Sunda, danau tersebut sering disebut Situ Hyang.Permukaan air Danau Bandung Purba ketika itu diperkirakan tingginya sekitar 725 meter di atas permukaan laut. Ini berarti, bibir danau tersebut membentang dari Sanghyang Tikoro di Rajamandala di sebelah barat sampai Cicalengka di sebelah timur, sejauh lebih kurang 50 km. (Her Suganda